Minggu, 27 Desember 2015

Persiapan e-Faktur di Akhir Tahun

Tahun 2015  akan segera berakhir. Apa saja yang perlu dipersiapkan bagi para Pengusaha Kena Pajak untuk menyongsong tahun 2016?

1. Persiapkan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP)2016
Jangan lupa untuk mempersiapkan jatah NSFP tahun 2016. Siapa tahu anda menemukan proyek yang mengharuskan anda untuk menerbitkan Faktur Pajak di tanggal 1 Januari 2016. Siapa yang tahu?. Bagaimana caranya? cukup login ke Akun PKP (efaktur.pajak.go.id) dan lakukan permintaan seperti biasanya dengan mengubah tahun pajak yang diinginkan. Sayangnya saya tidak memiliki printscreennya. Tips lagi, sehubungan dengan kebijakan DJP (yang sebenarnya tidak ada diregulasi manapun) terkait "NSFP dapat digunakan sejak tanggal diberikan", ada bias "menimbun" NSFP di awal tahun. Tapi jangan berlebihan, semakin banyak anda menimbun, semakin anda diawasi oleh Ditjen Pajak. Hal ini untuk mengantisipasi transaksi mundur di tahun 2016.

2. Pastikan NSFP yang tidak digunakan dikembalikan bersama dengan SPT Masa PPN Masa Pajak Desember 2015.
Ini terkait kewajiban pengembalian NSFP yang tertuang pada PER-24/PJ/2012. Jika anda menunda pengembalian, saat Ditjen Pajak melakukan ekualisasi SPT Masa PPN dengan Data NSFP, anda akan disangka menerbitkan FP dan tidak melaporkan dan menyetorkan PPNnya. Maka, perhitungkan dengan betul jika anda berencana menunda mengembalikan NSFP. Sampai saat ini belum diketahui dan belum ada regulasi yang menyebutkan apa sanksi dari terlambat melakukan pengembalian NSFP yang tidak digunakan.

Cukup 2 hal itu saja yang perlu menjadi perhatian untuk menyongsong tahun 2016.

E-TAXSERVICE : 40004 di penghujung tahun

Banyak teman yang share bahwa mereka mengalami gagal upload e-faktur dengan pesan error :
ETAXSERVICE - 40004 : Service Masterfile Error. Lakukan upload ulang


di libur panjang akhir tahun ini. Apakah server e-Fakturnya ikut libur? yang pasti, untuk pesan error ini, psan dari Kring Pajak 1500200, kesalahan ada di server DJP. Kita sebagai user hanya bias berdoa, agar kita tetap bias nagih di sisa akhir tahun ini. Jika e-Faktur tidak tercetak sebelum tahun baru, customer bakal ngamuk.

Masukan bagi DJP:
Jika terdapat kesalahan pada system DJP yang membuat WP tidak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya, sebaiknya ada kompensasi "kerugian" berupa penghapusan sanksi atau insentif dalam bentuk apapun. Selain masalah perpajakan WP juga mengalami kerugian dalam bentuk lain seperti, timbul ketidapercayaan dari konsumen/klien, terhambatnya proses penagihan yang mempengaruhi cash flow perusahaan, dan kerugian materil usaha lainnya.

Jumat, 09 Oktober 2015

[e-Faktur] Salah Input Masa Pada PM?

Beberapa pekan lalu, salah seorang kawan bercerita, dia melakukan kesalahan saat menginput PM. Kesalahan terjadi dengan 2 variasi.
Case 1 :
Satu Faktur PM Non e-Faktur (Lawan transaksi kebetulan di Luar Jawa-Bali) terinput dan ter-approve di dua masa. Anggap saja Faktur PM Nomor 000-15-12345678 terinput dan ter-approve di Masa Agustus dan September. Seharusnya PM tersebut dikreditkan di masa September saja.
Case 2 :
Satu e-Faktur PM terinput dan ter-approve di Masa Agustus dan September. Seharusnya di kreditkan di Masa Pajak Agustus saja. Anggap saja nomor fakturnya 000-15-00001234

Kedua kesalahan tersebut terjadi akibat default masa pada PM saat diinput adalah bulan tanggal input dan pengguna jarang memperhatikan detil kecil tersebut jika “belum pernah kena masalah”.
Jika kita merujuk ke regulasi pengkreditan pajak masukan, PM dapat dikreditkan 3 masa setelah masa penerbitan faktur pajak. Dan jika salah mengkreditkan, WP dapat saja melakukan pembetulan. Namun, secara teknis, ternyata ada pengecualian pada aplikasi e-Faktur.
Untuk Case 1 :
Jika kita memilih PM yang masuk kategoru “bukan faktur e-tax”, akan muncul tombol hapus. Maka jika kita salah mengkreditkan dan sudah terlanjur di-approve, kita tinggal hapus. Posting untuk pembetulan jika terlanjur dilaporkan. Case closed.

Untuk case 2:
Untuk PM efaktur yang salah masa dan sudah di-approve, ternyata tidak muncul tombol hapus. Dan jika di”ikhlaskan” akan ada dua PM di dua masa yang tentunya akan dipermasalahkan Diitjen Pajak kelak. Untuk case ini ada dua cara:
Pertama : bisa memanfaatkan fungsi “tidak dikreditkan” untuk PM yang salah masa
Kedua : [1] ekspor semua data [2] cari db di folder backup dengan tanggal sebelum approve PM terkait atau bisa saja kalo mau ribet melakukan mekanisme reset-registrasi ulang [3] impor semua data setelah menginputkan referensi nomor faktur terkait. Ternyata PM jika diekspor dan diimpor ulang statusnya akan menjadi “belum approve”. Nah, hapus faktur PM yang salah atau edit masa pengkreditannya.

Kesimpulan
Menjadi masukan untuk Ditjen Pajak, agar terkait kesalahan masa pengkreditan ini sebaiknya dapat diakomodir secara sistem oleh aplikasi, mengingat adalah hal yang manusiawi terjadi kesalahan dalam mengisi kolom masa pengkreditan.

Yang masih menjadi pertanyaan saya, mengapa PM dapat dikreditkan berulang kali? Sedangkan ada mekanisme approval. Jadi sebenarnya, apa yang di-approve oleh Ditjen Pajak?

Minggu, 06 September 2015

Yang Baru di Portal Pajak.Go.Id

Jika anda rutin berkunjung ke laman pajak.go.id, tentunya anda akan menemukan perbedaan. Entah sejak kapan perbedaan tersebut muncul, yang pasti perubahan yang dilakukan Ditjen Pajak perlu diberi apresiasi. Kini kita dapat melihat kesimpelan dari portal Pajak.go.id.
Jika sebelumnya kita langsung disuguhi foto-foto narsis, atau artikel-artikel internal kegiatan Ditjen Pajak dari Sabang sampe Marauke, kini cukup simpel. Jika kita membutuhkan informasi terkait WP Badan, Bendahara, WP OP, cukup masuk menu terkait.

Yang cukup unik, ada menu khusus  Konsultan. Ya, sepertinya, konsultan dianggap rekan oleh Ditjen Pajak, sehingga diberikan ruang khusus di pajak.go.id untuk menampung segala sesuatu terkait mereka. Sayangnya, menu khusus Pengusaha Kena Pajak tidak ada. Jika anda PKP, anda harus masuk ke menu Badan atau OP, baru masuk ke sub menu khusus terkait PKP. Namun, agak repot juga mencari regulasi terkait PKP :D . .


ETAX-40005 dan ETAXSERVICE-20001, Indikasi Penyalahgunaan Apliaksi

Apakah anda pernah menemui pesan error seperti ini?

Anda dapat menemukan kode error ini di katalog error keluaran DJP, yang hanya memberikan deskripsi penyebabnya,

ETAX-40005 : error diservice registrasi
ETAXSERVICE-20001 : Client sudah teraktivasi

Hal ini saya temui saat seorang teman curhat, akan leletnya e-Faktur, dan dilanjutkan dengan keluhan atas layanan yang diluncurkan pemerintah yang tidak pernah "beres". Saat saya tanya, leletnya kenapa? saat menjalankan uploader (manajemen upload >> start uploader) selalu muncul pesan error di atas. Saya penasaran, karena belum pernah menemui pesan error ini sebelumnya. Saya check di Katalog Error, tidak ada solusi. Yang ada dalam pikiran saya jika ada masalah pada aplikasi e-Faktur adalah RESET REGISTRASI aplikasi kemudian registrasi ulang. Dengan rencana seperti itu, sayapun menawarkan diri untuk membantu kawan saya ini untuk mereset aplikasinya. Sebelum melakukan reset, saya iseng masuk ke profil user. Dan, ternyata, tercatat aplikasi ini baru diregistrasi 1 hari sebelumnya (red: 2 September) dengan kode aktivasi desktop telah berubah.
"Bos, ente kmaren ngereset aplikasi ya?" 
saya langsung menuduh dia. Namun rekasinya diluar dugaan saya. Dia menyangkal jika melakukan reset, dan lagi di aplikasi tersebut telah terbit beberapa faktur di bulan Juli dan Agustus. Ya, tidak masuk akal juga, jika dia melakukan reset, di mana dia masih punya akses ke data e-Faktur lamanya. Jiwa penasaran saya pun terusik. Saya tanyakan, siapa saja yang punya akses ke Akun PKP perusahaan dia. Dia menyangkal memberikan akses ke orang lain. Namun, dia kemudian menelpon seseorang. Tampak sekali pembicaraan tersebut sangat emosional. Usut punya usut, ternyata ada perusahaan di Kota lain yang "minjam" bendera perusahaannya dengan alasan perusahaan kawan saya ini memiliki trade record yang bagus, dan yang utama, sudah memiliki akses ke aplikasi e-Faktur.
"emang mereka ga ijin minjem aplikasimu?" Tanya saya penasaran.
"ndak, alasan mereka konsultan semua yang semua urus" jawabnya agak emosional.
Pada akhirnya, dia memutuskan agar, semua e-Faktur yang diterbitkan untuk kepentingan "pinjam bendera" ini dibawah kontrol dia. Sehingga semua faktur bisa kawan saya pertanggungjawabkan. Tidak kebayang jika ternyata e-Faktur yang terbit tanpda sepengetahuan kawan saya ini "dijual", tentunya, kawan saya yang jadi "buron" orang-rang pajak.

Untuk keamanan, kawan saya mengganti password e-Nofanya, dan melakukan reset aplikasi.

Masukan buat pengguna e-Faktur:

  1. Jika ada perusahaan yang menawarkan kerjasama dengan meminjam bendera, sebaiknya penerbitan e-Faktur tetap di bawah kontrol anda. Karena e-Faktur yang terbit dengan Sertifikat Digital anda adalaha  "uang" yang anda declare ke DJP anda pungut dari lawan transaksi dan menjadi pengurang pajak bagi lawan transaksi.
  2. Jika anda lengah, selisih e-Faktur yang terapprove dan tidak anda laporkan pada SPT Masa PPN karena ketidak-tahuan anda, dapat dianggap kerugian negara yang membawa anda ke ranah hukum. Kenapa? karena anda yang dicatat oleh DJP menerbitkan e-Faktur tersebut. Mungkin itu alasannya DJP mensyaratkan foto terbaru dirketur perusahaan pemohon pada saat permintaan Sertifikat Digital. Jadi, pastikan anda mengetahui semua e-Faktur yang ada punya. Jika tidak punya, minta saja e-Faktur ke DJP (red: walaupun sebenarnya anda punya) untuk memastikan semua e-Faktur anda terlapor.
  3. Jika anda mengalami pesan error di atas, segera ubah password Akun PKP anda, dan lakukan regsitrais ulang aplikasi, serta laporkan ke Kantor Pajak untuk memastikan tidak ada e-Faktur yang terbit tanpa sepengetahuan anda. Jika ada, segera minta e-Faktur tersebut dan segera batalkan di aplikasi e-Faktur anda, sebelum dikreditkan oleh perusahaan terkait dan anda menjadi "orang jahat"nya
Masukan buat Kantor Pajak
  1. mulai lakukan evaluasi terhadap pelaksanaan e-Faktur, setelah jalan beberapa bulan, modus perusahaan yang biasa menerbitkan faktur fiktif tentu mulai berkembang;
  2. mungkin sudah waktunya efaktur dikembangkan seperti aplikasi berbayar, yang tidak bisa sekedar copy paste untuk pindah PC, karena dengan cara tersebut, aplikasi ini bisa terduplikasi dan dapat menerbitkan e-Faktur tanpa sepengetahuan sipemilik aplikasi tersebut. Dan menjadi e-Faktur yang "sah" dan dapat di PMkan oleh aplikasi e-Faktur lainnya sesuai pesanan.
NOTE:
Akun twitter @ efaktur15 mengajukan pertanyaan (6 September 2105) : "bagaimana bagaimana passphrase bisa "tersebar"?", untuk case yang ini sama casenya bagaimana si rekanan bisa tahu password e-Nofa nya. Diberikan secara sadar.

Penyalahgunaan passphrase sangan mungkin terjadi, karena pemilik passphrase adalah "Big Bos" yang kemungkinan besar tidak mengoperasikan aplikasi, sedangkan yang mengoperasikan aplikasi biasanya pegawai bagian Tax atau accounting. Jika mereka resign, informasi terkait password atau passphrase sangat mungkin dapat dibawa oleh mereka.


Rabu, 19 Agustus 2015

Menyikapi e-Faktur Bagi PKP Rekanan Pemerintah

Menyikapi e-Faktur Bagi PKP Rekanan Pemerintah

Bagi Pengusaha yang hanya bertransaksi dengan pemerintah, tentunya inovasi e-Faktur sedikit banyak mengubah pola kerja. Bagaimana tidak, bertransaksi dengan pemerintah itu sama saja membawa birokrasi ke kantong kita. Serba tidak pasti. Apa saja yang perlu disikapi terkait kebijakan e-Faktur untuk Pengusaha Rekanan Pemerintah?
1.       Kepemilikan Sertifikat Elektronik
Bagi pengusaha rekanan pemerintah, terutama yang bergerak dibidang konstruksi, tentunya menerbitkan Faktur Pajak merupakan hal yang tidak sering dilakukan. Terkadang, hampir sepanjang tahun SPT Masa PPN yang dilaporkan selalu nihil. Namun, untuk menjaga peluang untuk ikut tender, seorang pengusaha berusaha mempertahankan status PKPnya (karena hampir semua tender, besar atau kecil nilainya, selalu mensyaratkan status PKP). Dengan ketidakpastian tender, urgensi memiliki Sertifikat Elektronik menjadi tidak pasti juga. Karena Sertifikat Elektronik merupakan sarana pengganti tandatangan basah menjadi elektronik jika menerbitkan Faktur Pajak secara elektronik (e-Faktur). Namun, dengan terbitnya PER-29/PJ/2015, kepemilikan Sertifikat Elektronikpun menjadi wajib bagi PKP di area yang telah ditetapkan sebagai PKP e-Faktur. Kenapa menjadi wajib? Karena pelaporan SPT Masa PPN bagi PKP yang telah ditetapkan sebagai e-Faktur harus menggunakan aplikasi e-Faktur. Sedangkan, aplikasi e-Faktur hanya dapat digunakan bila telah diregistrasi, dan registrasi aplikasi e-Faktur harus memiliki Sertifikat Elektronik.
Apakah ada yang janggal di sini? Ya, karena, fungsi e-SPT di aplikasi e-Faktur tidak menganut sistem penandatanganan secara elektronik. Sangat rancu jiga seorang PKP hendak melaporkan SPT Masa PPN Nihil tetapi harus memiliki tandatangan elektronik, padahal SPTnya sendiri harus ditandatangani secara basah dan diberikan langsung ke TPT (jika tidak menggunakan e-Filing ASP). Sepertinya DJP harus mengkaji kembali konsep tandatangan digital pada aplikasi e-Faktur. Terkait hal ini juga ternyata ada perbedaan pendapat di kalangan petugas pajak, antara KPP dan pembuat regulasi, karena hingga sekarang, pelaporan SPT Masa PPN menggunakan aplikasi e-SPT Masa PPN 1111 masih diterima oleh KPP

2.       Penulisan Detil Barang
Bagi rekanan pemerintah yang biasanya menyediakan barang berupa ATK (alat tulis kantor) tentunya akan mblenger jika mendengarkan penjelasan dari Petugas Pajak, karena detil barang yang ada dalam kontrak harus diinput per barang. Bayangkan saja, ATK dengan jumlah yang sangat banyak namun nilainya kecil harus diinputkan ke dalam aplikasi. Tujuan dari pendetilan barang sebenarnya bagus, karena dapat menditeksi jenis usaha PKP. Namun, untuk kasus pengadaan ATK, tampaknya berlebihan jika harus diinput ulang. Walaupun secara jelas dalam regulasi yang ada, detil barang memang harus jelas dituliskan, namun selama ini, rekanan pemerintah terbiasa menginput “nama kontraknya” pada kolom detil barang. Jika cara itu salah, apa konsekuensi atas FP di masa lalu yang tertulis seperti itu? Menjadi Faktur Pajak tidak lengkap? PKP harus melakukan penggantian? Bagaimana jika tidak dilakukan penggantian? Cukup banyak variasi pertanyaan yang bisa diajukan.

3.       Tanggal Faktur VS Tanggal Pembayaran
Jika anda biasa bertransakasi dengan pemerintah, tentu hal biasa jika anda terlambat menerima pembayaran. Namun, sejak e-Faktur, tampaknya anda harus siap menalangi dulu “kurang bayar” dari e-Faktur yang telah anda terbitkan. Jika dulu anda dapat melakukan skema pembetulan e-SPT jika pembayaran sudah dilakukan, namun jika e-Faktur, saat sebuah e-faktur terupload, secara paksa dia akan masuk ke SPT jika dilakukan posting data masa terkait. Dan dengan demikian kolom SSP harus diisi. Namun ada trik yang sebaiknya segera diperbaiki oleh DJP, dimana kita dapat melaporkan SPT Nihil tanpa melaporkan e-Faktur yang telah terupload. Ya, cukup duplikasi aplikasi terkait, Aplikasi A untuk kepentingan penerbitan e-Faktur dan aplikasi B untuk kepentingan pelaporan SPT. Untuk kepentingan penerbitan e-Faktur (syarat bagi rekanan agar SP2D diterbitkan) gunakanlah aplikasi misal Faktur pajak tanggal 1 Agustus 2015. Nah jika pembayaran belu dilakukan hingga batas pelaporan, posting sajan SPT Nihil di aplikasi B. Jika pembayaran telah dilakukan di bulan  25 Desember misalnya, cukup ekspor faktur pajak dari aplikasi A ke Aplikasi B. Postinglah SPT pembetulan di aplikasi B. Nah, anda bisa lakukan pembayaran di Bulan Desember dan melakukan pelaporannya sekaligus tanpa harus “nalangi” PPN yang dipungut oleh pemerintah.

4.       1 Orang Banyak Perusahaan
Tentunya bagi anda yang sering berharap terhadap tender dari pemerintah, memiliki lebih dari 1 perusahaan adalah hal biasa. Namun dengan adanya e-Faktur, anda harus mengelola aplikasi yang lebih dari 1 juga. Apakah jika anda mengelola 5 perusahaan anda harus menggunakan 5 PC? Ternyata tidak, anda cukup meregistrasi 5 aplikasi di 5 folder yang berbeda.

5.       Tanggal Faktur Mundur
Tanggal Faktur Pajak tidak boleh mendahului tanggal Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak mulai diperkenalkan DJP sejak implementasi e-Faktur ke PKP tertentu. Tentunya ini menjadi pertanyaan. Jika ditanya, Petugas Pajak tidak memberikan aturan mana yang berbunyi seperti itu, namun lebih ke logika kenapa haris demikian. Bagi Pengusaha rekanan Pemerintah, membuat Faktur tanggal mundur adalah suatu hal yang biasa. Nampaknya dengan peraturan yang menggunakan ”logika” ini, kita harus membuat strategi khusus. Cara yang paling mungkin adalah menimbun NSFP di awal tahun pajak. Tentunya akan ada konsekuensi tambahan, yaitu ada tingkat kewaspadaan dari petugas pajak karena kita menimbun Nomor Seri. Apa bisa kita menimbun NSFP? Dulu mungkin jamannya permintaan harus ke KPP agak sulit di KPP tertentu, karena permintaan NSFP menjadi alat uji “kepatuhan” pembayaran pajak.  Namun sejak kebijakan permintaan NSFP secara online dibuka, kita bisa sepuasnya menimbun NSFP. Karena, ternyata e-Nofa online tidak memvalidasi riwayat penerbitan Faktur Pajak kita 3 masa terakhir, dan tidak mencegah kita meminta Nomor Seri berulang-ulang.

6.       Beda Orang Beda Mahzab
Sudut pandang orang pajak terkait beberapa regulasi berbeda-beda. Untuk keamanan anda, sebaiknya konsultasikan dan pelajari karakter AR pengawasan anda sebelum melakukan tips di atas. Karena jika salah membaca karakter AR, bisa-bisa anda dianggap pengedar Faktur Fiktif (generasi e-Faktur).

Demikianlah beberapa hal yang dirasakan PKP rekanan pemerintah terkait implementasi e-Faktur.

Jumat, 14 Agustus 2015

Pindah KPP? Bagimana e-Faktur saya?

Di dalam dunia usaha, perpindahan tempat usaha adalah hal yang sangat biasa. Banyak hal yang bisa jadi alasan, karena tempat usaha ngontrak atau memang mencari daerah yang lebih strategis. Perpindahan tempat usaha ini ternyata mempengaruhi pengadministrasian hak dan kewajiban perpajakan kita.
Kita tidak akan membahas bagaimana cara kita melakukan perpindahan KPP (untuk regulasi terkait pindah KPP, silahkan pelajari PER-20/PJ/2013 dan perubahannya), namun konsekuensi langsung terhadap pengoperasian aplikasi e-Faktur dan langkah-langkah apa saja yang harus kita jalani.
Apa yang harus kita lakukan jika melakukan perpindahan KPP?
Pertama; kita harus melakukan permintaan Kode Aktivasi dan Password  e-Nofa ulang. Hal ini merujuk ke Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor  PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, di mana, PKP harus mengajukan kembali di KPP baru. Mungkin untuk yang terburu-buru ingin menerbitkan Faktur Pajak akan sedikit geregetan, karena Kode Aktivasi harus dikirimkan ke alamat baru kita. Khabarnya, ini digunakan sebagai media verifikasi alamat.
Kedua; setelah Kode Aktivasi dan password ada digenggaman tangan, kita harus melakukan aktivasi ulang aplikasi e-Faktur. Aplikasi yang mana? Bukan aplikasi e-Faktur anda sebelumnya, tetapi aplikasi baru yang kosong. Saya sarankan anda untuk mengunduh langsung dari link download di efaktur.pajak.go.id. Apakah kita perlu melakukan permintaan Sertifikat Elektronik baru? Jawabannya tidak. Anda cukup unduh ulang saja Sertifikat Elektronik dari menu Download Sertifikat Digital  di laman efaktur.pajak.go.id. Cara registrasi tentu anda sudah tahu, jika kurang menguasai, cukup melihat video tutorial atau datang saja ke KPP tempat anda terdaftar.
Ketiga; lakukan ekspor semua data di menu faktur dan/atau dokumen lain dari aplikasi lama anda
Keempat; lakukan impor data dari aplikasi lama anda ke aplikasi baru

Setelah anda melakukan ke-empat step tadi, anda siap menerbitkan e-Faktur kembali


Jika anda mengalami kendala dalam mengoperasikan aplikasi e-Faktur akibat anda pindah KPP, mohon share masalah anda di sini, agar bisa menjadi manfaat bagi pembaca lainnya.

Senin, 10 Agustus 2015

Konsekuensi Pembatalan e-Faktur

Di tulisan terdahulu telah kita bahas terkait penggantian dan pembatalan Faktur Pajak di e-Faktur (Baca : Pembatalan atau Penggantian?), kali ini kita akan bahas konsekuensi dari pembatalan e-Faktur.

Hasil sharing dari pengguna e-Faktur, sering sekali terjadi kesalahan penulisan (akibat permintaan pembeli) yang menyebabkan pengguna melakukan pembatalan e-Faktur tanpa memperhatikan regulasi terkait. Jika kita memperhatikan pasal 6 dan pasal 7 PER-16/PJ/2014 tentang e-Faktur, sangat jelas sekali kriteria pembatalan e-Faktur, yaitu terjadi pembatalan transaksi. Namun, tampaknya regulasi ini tidak secara saklek diadopsi oleh aplikasi e-Faktur, karena muncul kriteria baru atas pembatalan e-Faktur, yaitu, kesalahan yang terjadi pada kolom NPWP pembeli dan tanggal transaksi HARUS dibatalkan, walaupun transaksi tidak dibatalkan. Namun, pada kenyataannya, kesalahan-kesalahan penulisan (tanpa pembatalan transaksi) di kolom yang lain, sering kali pengguna memilih untuk melakukan pembatalan e-Faktur. Dalih yang sering digunakan adalah permintaan dari pembeli, terutama pembeli yang berencana menggunakan e-Faktur tersebut sebagai PM yang ingin meminimalisir risiko dikoreksi oleh Pemeriksa Pajak jika suatu saat harus diperiksa.

Apa konsekuensi tambahan atas pembatalan e-Faktur? dalam regulasi e-Faktur tidak diatur dengan jelas, namun ada aturan "karet" yang mengarahkan kita ke pasal terkait pembatalan Faktur Pajak di regulasi umum Faktur Pajak (PER-24/PJ.2012 dan perubahannya)
"ketentuan terkait e-Faktur yang tidak diatur khusus mengikuti ketentuan PER-24/PJ/2012 dan perubahannya"

dimana untuk pembatalan Faktur Pajak (lampiran VI huruf C PER-24/PJ/2012)
  1. didukung dokumen yang membuktikan pembatalan transaksi;
  2. PKP yang membatalkan harus mengirimkan surat pemberitahuan dan melampirkan copy Faktur Pajak ke KPP tempat terdaftar dab KPP tempat pembeli terdaftar
Nah, bagaimana jika pembatalan e-Faktur dilakukan bukan karena pembatalan transaksi? Menurut keterangan dari salah satu petugas pajak di KPP, jika terjadi pembatalan e-Faktur yang bukan karena pembatalan transaksi, kita diarahkan untuk:
  1. membuat Berita Acara pembatalan e-Faktur (tidak ada regulasi perpajakan yang mengatur formatnya) yang ditandatangani oleh PKP penjual dan pembeli;
  2. melaporkannya ke KPP penjual dan pembeli
Secara pribadi, saya agak bingung atas keterangan petugas pajak terkait pembatalan e-Faktur bukan karena pembatalan transaksi karena:
  1. tidak ada cantolan hukumnya atas tindaklanjut pembatalannya (BA saja tidak diatur bentuknya)
  2. dalam hal terjadi kesalahan NPWP, kita harus membuat BA ditandatangani oleh pemilik NPWP yang salah tadi dan dikirim ke KPP tempat NPWP salah terdaftar, padahal mungkin saja kita tidak pernah berinteraksi dengan pemilik NPWP salah tersebut (apakah pemberitahuan ini bermanfaat bagi Ditjen Pajak perlu dikaji lagi, karena kurang selaras dengan filosofi e-Faktur yang berusaha mendigitalisasi Faktur agar paperless dan menyederhanakan administrasi PPN di sisi Ditjen Pajak).
Jadi, disimpulkan, jika anda terlanjur membatalkan e-Faktur walaupun tidak ada pembatalan transaksi, segera konsultasikan ke Account Representative anda. Jika solusinya harus membuat BA, pastikan anda memperoleh informasi resmi secara tertulis agar tidak disalahkan pihak Ditjen Pajak saat ada pemeriksaan atau kegiatan lainnya, karena jika ditelusuri, tidak ada regulasi khusus atau umum yang mengatur pembatalan Faktur Pajak yang diakibatkan BUKAN karena pembatalan transaksi. Untuk kedepannya, coba berhati-hati dalam membuat e-Faktur, dan sebisa mungkin menggunakan skema penggantian e-Faktur jika terjadi kesalahan penulisan pada e-Faktur.

Perubahan ke-3 PER-38/PJ/2009 tentang SSP

Pada tanggal 5 Agustus 2015 telah ditetapkan perubahan ke-3 PER-38/PJ/2009, PER-30/PJ/2015 tentang Bentuk Formulir SSP. Perubahan dipicu oleh terbitnya

  1. Peraturan Menteru Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015 (perubahan PMK 253/PMK.03/2008 tentang WP Badan tertentu sebagai pemungut PPh dari pembeli atas penjualan barang mewah);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.010/2015 (perubahan PMK 154/PMK.03/2010 terkait pemungutan PPh pasal 22 atas pembayaran kegiatan impor)
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak
Pokok perubahannya adalah sebagai berikut:
  1. mengubah petunjuk pengisian
  2. mengubah jenis setoran 403 pada kode akun pajak 411122 (PPh 22)
  3. menambah jenis setoran  404 pada kode akun pajak 411122
  4. menambah akun pajak dan jenis setoran Pajak Bumi dan Bangunan.
untuk lengkapnya dapat dilihat di dokumen aslinya (klik di sini)


Sabtu, 01 Agustus 2015

Dapatkah Kita Bertransaksi Jika Server e-Faktur Down?

Salah satu yang sering kite temui terhadap layanan elektronik yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah ketidak-yakinan kelangsungan layanan itu sendiri. Kalo tidak lemot ya sering maintenis. Bagaimana dengan e-Faktur?

Baru-baru ini warga Jakarta disuguhkan sebuah informasi yang tidak terlalu luar biasa, bahwa terjadi kebakaran di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (31/07/2015). Kenapa tidak luar biasa? karena memang piranti keamanan gedung di Indonesia kurang diperhatikan pengelola gedung dan pemerintah setempat. Tentu anda ingat kan, peristiwa kebakaran sebelumnya yang membuat Tim Damkar mengoperasikan perdana sky lift. Tapi, bagi anda seorang pengusaha, terutama yang ada di Pulau Jawa Bali, idealnya anda akan sedikit khawatir, karena yang terbakar adalah Kantor Pusat Pajak bukan seperti kejadian sebelumnya yang dialami KPP Pratama Blora (20/07/2015). Kenapa harus khawatir? jika Kantor Pusat Pajak tidak memiliki prosedur Disaster Recovery Plan, tentunya anda akan kesulitan menerbitkan Faktur Pajak (e-faktur). Tapi untungnya, kebakaran di unit pajak seperti KPP Blora tidak mempengaruhi Wajib Pajak di areanya untuk tetap menerbitkan Faktur Pajak dan Kebakaran di Kantor Pusat Pajak tidak mempengaruhi kinerja sistem di DJP (terbukti tanggal 1 Agustus 2015 saya masih bisa mengakses efaktur.pajak.go.id)

Apakah DJP memiliki Disaster Recovery Plan? saya yakin ada.
Apakah DJP dapat menjalankan Disaster Recovery Plan jika terjadi sesuatu hal pada sistem? ini yang perlu dipertanyakan, karena belum pernah ada disaster yang menguji DRP mereka

Karena belum teruji, apa yang perlu kita persiapkan jika server e-faktur down?
Sebenarnya DJP tidak terlalu Pe De juga dengan sistem yang mereka bangun, entah tidak Pe De, hanya formalitas, atau memang mereka selalu mengantisipasi setiap keadaan, karena pada Peraturan Dirjen Pajak yang mengatur terkait e-Faktur disisipi pasal terkait Keadaan Tertentu.
"Pasal 9
(1) Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat e-Faktur, Pengusaha Kena Pajak diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy).
(2) Keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa Pengusaha Kena Pajak, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Dalam hal keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang dibuat dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak."
Jadi, saat keadaan yang mereka definisikan sebagai keadaan tertentu dan ditetapkan Dirjen Pajak terjadi, apa yang harus kita lakukan?

jawabannya silahkan membuat Faktur Pajak kertas.

Timbul pertanyaan selanjutnya. Bagaimana caranya? saya jawab entah. Mungkin juga merujuk ke PER-24/PJ/2012 dan perubahannya.

Okelah kita asumsikan pembuatan FP Kertas itu merujuk ke PER-24/PJ/2014, timbul masalah selanjutnya, bagaimana jika kita tidak memiliki stok Nomor Seri Faktur Pajak?

Itu perlu dipertanyakan lagi ke Pihak Ditjen Pajak,

Yang Pasti, dengan adanya Pasal 9 PER Dirjen Nomor PER-16/PJ/2014 ini, Dirjen Pajak memberikan jaminan bahwa Faktur Pajak tetap bisa terbit walaupun ada teroris menghancurkan ruang server DJP berikut perangkat data center cadangan (jika ada).

Sebagai PKP yang skeptis terhadap produk layanan pemerintah yang sedikit sekali ditemukan dapat dihandalkan, sepertinya kita harus membuat DRP  kita sendiri. Bagaimana caranya? Stock saja Nomor Seri sebanyak-banyaknya, karena jika sistem  di DJP mati, kita tidak dapat melakukan permintaan Nomor Seri. Toh sekarang permintaan Nomor Seri cukup mudah, dapat dilakukan secara online. Walaupun ternyata ada skenario lain terkait tata cara pembuatan faktur pajak pada keadaan tertentu, paling tidak kita sudah mengantisipasi stock Nomor Seri.

Apakah anda sudah memiliki cadangan Nomor Seri?
Saya tidak, toh saya bukan PKP...

Selamat berbisnis

Selasa, 28 Juli 2015

Apakah virus dapat merusak aplikasi e-Faktur?

Jawabannya adalah ya? bagaimana kita mengidentifikasinya? saait ini saya baru menemukan salah satu case virus nakal yang mengganggu operasional aplikasi e-Faktur. Jika anda menjalankan aplikasi dan muncul pesan
"The Main startup class is not valid, main method missing"
 Itu bukan karena ada "method" yang missing atau startup class yang tidak valid, tapi file .exe anda sudah diisengi oleh virus. Apa yang harus anda lakukan?
  1. amankan dulu folder db anda di suatu tempat yang aman;
  2. bersihkan/scaning PC anda menggunakan anti virus atau cari PC lain yang disinyalir sehat
  3. ekstrak aplikasi baru dalam keadaan terhubung internet, biarkan autoupdate berjalan hingga selesai, tutup aplikasi;
  4. pindahkan folder db tadi ke aplikasi baru;
  5. jalankan aplikas.
Nah, jika anda menemukan pesan eerror tersebut, silahkan coba cara di atas, jika tidak menyelesaikan masalah, mohon tinggalkan pesan agar bisa kita share ke pengguna lain.

Kamis, 23 Juli 2015

Ingin Jadi Kepala Daerah? Lunasi Dulu Pajak Anda


Jika anda ingin nyalon jadi kepala daerah, kini anda wajib memperhatikan kewajiban perpajakan anda. Kenapa? Karena sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf l Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 tahun 2015, salah satu syarat seseorang dapat menyalonkan diri menjadi Kepala Daerah adalah memiliki NPWP dan laporan pajak pribadi (mungkin yang dimaksud SPT Tahunan PPh). Untuk kepentingan tersebut, anda harus mempersiapkan fotokopi kartu NPWP, tanda terima SPT tahunan 5 tahun terakhir dan tanda bukti tidak memiliki tunggakan pajak dari KPP tempat terdaftar (pasal 42 ayat (1) huruf o).

Bagaimana jika anda belum ber NPWP? anda harus mendaftarkan diri ke KPP domisili anda sesuai Kartu Kependudukan. Bagaimana jika kartu NPWP anda hilang atau tidak ditemukan? Anda cukup datang ke KPP tempat anda terdaftar untuk melakukan permintaan cetak ulang Kartu NPWP. Untuk sekedar berjaga-jaga, anda persiapkan juga Surat Keterangan hilang atas kartu NPWP anda (red: kebijakan tiap KPP berbeda). Bagaimana jika anda kehilangan salah satu atau seluruh tanda terima penyampaian SPT Tahunan anda? Anda dapat mengajukan permohonan cetak ulang Tanda Terima SPT Tahunan dengan membawa surat permohonan. Adakah format surat permohonan cetak ulang Tanda Terima SPT Tahunan? Setelah saya lakukan konfirmasi ke Kring Pajak, tidak ada format khusus untuk melakukan cetak ulang Tanda Terima SPT Tahunan, namun jika anda butuh inspirasi, anda dapat melihat contohnya di sini.

Nah, sekarang bagaimana anda dapat memperoleh tanda bukti tidak memiliki tunggakan pajak? Pertama, anda harus mempersiapkan dokumen persyaratannya, antara lain:
1.    Surat Permohonan Tanda Bukti Tidak Mempunyai Tunggakan Pajak 


2.    Fotokopi Kartu NPWP
3.    Tanda Terima pelaporan SPT Tahunan 5 tahun terkahir

Kemudian anda datang ke KPP tempat terdaftar untuk menyerahkan dokumen tersebut. Atas penyerahan dokumen, anda akan menerima Bukti Penerimaan Surat (BPS). BPS ini digunakan untuk pengambilan tanda bukti. Jangan khawatir permohonan anda akan lama diproses, karena menurut keterangan Kring Pajak, dokumen ini dapat diambil pada hari kerja selanjutnya setelah anda mengajukan permohonan. Tanda Bukti tersebut akan memberikan keterangan terkait pelaporan SPT tahunan anda dan daftar tunggakan. Jika diketahui ada SPT Tahunan yang belum di lapor dan ada tunggakan pajak, segera lakukan pelaporan dan lunasi pajak anda, dan ajukan kembali permintaan tanda bukti lunas pajak.




PROSEDUR PERMINTAAN TANDA BUKTI PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN


Nah, setelah dokumen terkait pajak anda lengkap, maka anda dapat mendaftarkan diri menjadi bakal calon kepala daerah sekarang.


Selamat berjuang

Selasa, 21 Juli 2015

Mengenal Kode Aktivasi Terkait Faktur Pajak

Jika anda biasa menerbitkan Faktur Pajak, tentuya anda mengenal istilah Kode Aktivasi. Istilah ini dikenal peratama kali bersamaan dengan terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012. Kode Aktivasi di PER Dirjen ini merupakan pasangan dari pssword yang digunakan untuk verifikasi pemohon pada saat pengajuan Nomor Seri Faktur Pajak ke KPP terkait.

Namun, sejak 1 Juli 2014, sehubungan dengan terbitnya PER-17/PJ/2014 yang mengubah PER-24/PJ/2012, Kode Aktivasi mengalami pergeseran fungsi. Fungsinya kini berubah menjadi kode yang digunakan untuk mengaktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak atau lebih dikenal sebagai e-Nofa online (dapat diakses pada laman efaktur.pajak.go.id). Permintaan Nomor Seri Faktur Pajakpun cukup dilakukan secara online di akun tersebut asalkan PKP telah memiliki Sertifikat Elektronik (sebelum 1 Januari 2015 hanya 45 PKP yang dapat melakukan permintaan secara online sebagai bentuk apresiasi DJP kepada PKP yang bersedia mengimplementasikan e-Faktur terlebih dahulu).

Sejak Juli 2015 (tidak ada release resmi dari DJP), muncul istilah baru lagi dengan sebutan Kode Aktivasi Desktop. Kode Aktivasi ini merupakan karakter yang digunakan untuk merigistrasi aplikasi e-Faktur. Dalam hal pengguna belum pernah melakukan reset registrasi, Kode Aktivasi Desktop pasti sama dengan Kode Aktivasi.

Jadi jangan bingung, jika melihat profil user pada e-Nofa online. Kode Aktivasi adalah kode yang digunakan untuk mengaktivasi akun e-Nofa, sedangkan Kode Aktivasi Desktop adalah kode yang digunakan untuk menregistrasi/mengaktivasi aplikasi e-Faktur (desktop version)


Penjualan Air Minum Bebas PPN

23 Juni 2015,  Pemerintah menerbitak Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2015 untuk penyerahan air minum baik belum dapat dikonsumsi maupun yang sudah dapat dikonsumsi kecuali Air Minum Dalam Kemasan dibebaskan  PPN. Pengusaha yang melakukan penyerahan wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Aturan ini terkait dengan pelaksanaan Pasal 16B ayat (1) huruf n UU PPN tentang jaminan ketersediaan air bersih dan dan listrik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

PP 40 tahun 2015 ini mencabut beberapa butir terkait hal yang serupa pada  PP 12 tahun 2001 (pasal 1 huruf g dan pasal 2 ayat (2) huruf g), yang sudah mengalami 4 perubahan ( PP 43 tahun 2002, PP 46 tahun 2003, PP 7 tahun 2007, dan PP 31 tahun 2007

Aturan terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2015

Sabtu, 18 Juli 2015

Ralat Atas PER-19/PJ/2015

Pertanyaan saya terkait perbedaan materi antara PMK-253/PMK.03/2008 pasal 2 ayat (2) dengan PER Dirjen Pajak Nomor PER-19/PJ/2015 Pasal 2 terjawab sudah sebelum saya menghubungi Kring Pajak atau KPP terdekat. (Basa : Orang Mampu Bayar Pajak di Muka). DIrjen Pajak menerbitkan ralat atas peraturan tersebut untuk melakukan sinkronisasi dengan PMK terkait dengan tajuk PER-24/PJ/2015 yang berlaku sejak 12 Juni 2015. Pokok perubahannya adalah meralat pernyataan terkait DPP termasuk PPN untuk penetapan PPh pasal 22nya menjadi tidak termasuk PPN dan PPnBM (selaras dengan PMK-253).

Pertanyaan selanjutnya adalah, adanya jeda diantara kedua peraturan tersebut, dimana PER-19/PJ/2015 berlaku sejak penjualan tanggal 30 Mei 2015, sedangkan untuk PER-24/PJ/2015 berlaku sejak tanggal ditetapkan (12 Juni 2015), apakah penjualan antara tanggal 30 Mei 2015 hingga 11 Juni 2015 berlaku ketentuan pada PER-19/PJ/2015? yang nota bene bertentangan dengan PMK-253.

Aturan terkait :
PER-19/PJ/2015 : Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah
PER-24/PJ/2015 :  perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah

Selasa, 14 Juli 2015

Apakah PKP Wajib Melaporkan SPT Masa PPNnya dengan Keluaran Aplikasi e-Faktur?

Dengan berlakunya PER-16/PJ/2014 tentang e-Faktur, paradigma penerbitan Faktur Pajak berubah. Dari yang mulanya terserah PKP asal memuat keterangan sebagaimana diatur pada Pasal 13 UU PPN dengan format Faktur Pajak yang disesuaikan dengan contoh yang ada di Lampiran PER-24/PJ/2012 menjadi seragam karena menggunakan aplikasi yang sama, aplikasi e-Faktur. Namun, apakah dengan diterapkannya e-Faktur merubah prosedur pelaporan SPT Masa PPNnya? Seperti kita ketahui, saat ini regulasi yang terkait dengan e-Faktur hanya PER-16/PJ/2014 dan PER-17/PJ/2014. Jika kita cermati PER-16 merupakan versi "elektronik"nya PER-24 dan PER-17 memunculkan "barang baru" bernama Sertifikat Elektronik sebagai salah satu "alat" yang digunakan untuk menjalankan layanan online atau aplikasi e-Faktur. Adakah regulasi yang dikeluarkan Menteri Keuangan atau Dirjen Pajak terkait Pelaporan SPT Masa PPN? Hingga saat ini jika anda melakukan pencarian di google atau masuk ke forum diskusi tentang perpajakan, tentunya hanya diarahkan ke Pengumuman Direktur Peraturan Perpajakan I Nomor PENG-06/PJ.02/2015 tentang Penegasan e-Faktur.



disebutkan pada angka 10 pengumuman tersebut bahwa :
"aplikasi e-Faktur adalah aplikasi adalah aplikasi untuk membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik yang sekaligus satu kesatuan untuk membuat e-SPT Masa PPN 1111. PKP yang ditetapkan melalui KEP Dirjen Pajak sebagai PKP yang wajib membuat e-Faktur wajib membuat e-SPT Masa PPN 1111 dengan menggunakan aplikasi e-Faktur"
Seperti kita ketahui, regulasi terkait pembuatan Faktur Pajak dan Pelaporan SPT Masa PPN diatur dalam regulasi yang berbeda. Hal ini mungkin disebabkan karena dua hal tersebut tunduk pada UU yang berbeda. Penerbitan Faktur Pajak merujuk ke UU PPN dan pelaporan SPT Masa PPN tunduk ke UU KUP. Yang mana, regulasi turunannyapun berbeda. Faktur Pajak diatur dengan PER-24/PJ/2012 dan PER-16/PJ/2014 sedangkan pelaporan SPT Masa PPN diatur dengan PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian SPT Masa PPN yang telah diubah beberapa kali terkait siapa yang wajib melaporkan SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT). Pada Pasal 3 ayat (5) PER-44/PJ/2010 disebutkan bahwa
"Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk data elektronik dengan media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1, PKP harus menggunakan aplikasi e-SPT yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Induk SPT Masa PPN 1111 tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy)"
 pertanyaannya sekarang adalah, apakah aplikasi e-Faktur adalah aplikasi e-SPT sebagaimana dimaksud pada PER-44?

kita lihat definisi aplikasi e-Faktur pada pasal 1 ayat (1) PER-16/PJ/2014 disinggung bahwa
"Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak."
dan tidak ada ketetapan apapun yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang menjelaskan bahwa "aplikasi yang ditentukan" tersebut adalah sebagaimana dimaksud pada angka 10 PENG-06/PJ.02/2015 dimana aplikasi tersebut menjadi kesatuan dengan aplikasi e-SPT . Sehingga pertanyaan apakah aplikasi e-Faktur adalah aplikasi e-SPT sebagaimana dimaksud PER-44 melalui pemahaman saya, maka saya anggap masih belum jelas.

Menurut hemat saya, selama redaksional PER-44/PJ/2010 yang menyebutkan "aplikasi e-SPT" belum diubah, maka seharusnya seluruh PKP tetap wajib melaporkan SPT Masa PPN dalam bentuk elektronik menggunakan aplikasi e-SPT yang sekarang beredar (e-SPT Masa PPN 1111).

Seperti Dosen saya pernah sampaikan, syarat suatu aturan itu haruslah sederhana, jelas, dan dapat diterapkan. Dengan adanya penegasan dari Direktur Peraturan Perpajakan I, memang pelaporan SPT menjadi sederhana, jelas, dan masih dapat diterapkan, namun, Pengumuman tersebut tidak kuat mengikat dibanding jika dituangkan dalam bentuk Peraturan Dirjen Pajak yang merevisi PER-44/PJ/2010,

Apakah PKP Wajib Melaporkan SPT Masa PPN dengan keluaran Aplikasi e-Faktur? saya jawab, untuk amannya gunakan saja aplikasi e-Faktur.

Selamat bereksperimen dengan fungsi SPT pada aplikasi e-Faktur

Senin, 13 Juli 2015

Orang Mampu Bayar Pajak di Muka


Jika ada tergolong orang mapan yang gemar membeli mobil mewah atau koleksi apartemen, maka sejak 30 Mei 2015 (sebenarnya sudah berlaku sejak lama, namun ada perubahan objeknya) anda akan dikenakan pemungutan PPh atas pembelian barang yang tergolong mewah sebesar 5 persen dari harga jual termasuk PPN dan PPnBM oleh penjual. Tapi tenang saja, pajak ini (dikenal dengan PPh pasal 22) tidak bersifat final, sehingga dapat menjadi pengkredit pajak. Barang apa saja yang dikategorikan sebagai barang mewah? Barang tersebut adalah :
a.       Pesawat terbang pribadi dan helicopter (dulu dibatasi dengan harga RP 20M)
b.      Kapal pesiar, yacht, sejenisnya (dulu dibatasi dengan harga Rp 10M)
c.       Rumah dan tanah dengan harga jual Rp 5M atau luas bangunan lebih dari 400m2 (dulu dibatasi dengan harga Rp10M atau luas 500m2)
d.      Apartemen, kondominium dll dg harga jual Rp 5M atau luas 150 m2 (dulu dibatasi Rp 10M atau luas 400m2)
e.      Kendaraan roda 4 kurang dari 10 penumpang harga jual lebih dari Rp 2M atau kapasitas 3000 cc (dulu Rp 5M)
f.        Kendaraan roda 2 harga Rp 330jt atau kapasitas 250CC (objek baru)

Sebagai dasar pengenaan pajaknya (DPP) adalah harga jual. Untuk pembelian property adalah harga tunai/cash keras beserta pajaknya, sedangkan untuk non property merupakan harga penjualan termasuk pajaknya.  Yang membuat orang pribumi iri adalah ada yang dikecualikan dari pemungut yaitu pembelian yang dilakukan bukan subjek pajak (lembaga asing/perwakilan asing yang secara aturan dianggap bukan subjek pajak). Namun tampaknya saya menemukan hal yang agak berbeda antara regulasi yang dikeluarkan Menteri Keuangan dan DIrektur Jenderal Pajak, entah saya tafsir atau bagaimana. Jika Menteri Keuangan menyatakan bahwa DPP adalah harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM ( PMK nomor 253/PMK.03/2008 pasal 2 ayat (2)) sedangkan Direktur Jenderal Pajak menyatakan harga jual termasuk PPN dan PPnBM (Per Dirjen nomor PER-19/PJ/2015 Pasal 2). Dalam waktu dekat saya akan coba lakukan konfirmasi ke KPP atau Kring Pajak.

Kapan dilakukan Pemungutan?
Untuk pembelian property dilakukan saat penandatanganan PPJB sedangkan untuk non property saat pencatatan pemasukan oleh penjual. Jika anda dikenai pemungutan PPh Pasal 22, jangan lupa untuk meminta Bukti Pungut, karena jika anda tidak memiliki bukti tersebut, anda tidak dapat mengkreditkan PPh yang telah dipungut pada SPT Tahunan anda. Jika anda adalah penjual barang mewahnya, anda harus menyetorkan hasil pungutan tersebut dengan SSP paling lama tanggal 10 bulan selanjutnya dan melaporkannya pada SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Dapatkah saya dibebaskan dari pungutan ini?
Jika anda adalah orang yang memegang prinsip cash is king, anda dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pungutan ini, toh nanti akan dibayar juga melalui SPT Tahunan. Maka anda harus mengajukan Surat Keterangan Bebas ke KPP tempat anda terdaftar namun dengan syarat :
a.       Mengalami kerugian fiscal
b.      Berhak melakukan kompensasi fiscal
c.       PPh yang dibayar lebih besar dari PPh terutang
d.      WP Pribadi yang penghasilannya semata-mata sebagai pegawai dan telah dipotong PPh oleh pemberi kerja
e.      Atas penghasilanya dipotong PPh final
Khusus untuk WP OP yang berstatus karyawan saja, persyaratannya ditambah dengan Fotokopi SPT Tahunan sebelum tahun diajukan yang telah disampaikan dan surat keterangan penghasilan bulan sebelum pengajuan.

Nah, anda koleksi motor gede? Hobi gonta-ganti mobil sport? Jangan heran lagi ya jika anda harus membayar lebih dari harga jual barang yang ada beli.


Aturan Terkait:
UU PPh Pasal 22 ayat (2)
> PP 94/2010 penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak dalam tahun berjalan
>> PMK 90/PMK.03/2015 perubahan PMK 253/PMK.03/2008
>>> PER-21/PJ/2014 perubahan PER-1/PJ/2011 tentang TC pengajuan permohonan pembebebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain
>>> PER-19/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah