Jawabannya adalah ya? bagaimana kita mengidentifikasinya? saait ini saya baru menemukan salah satu case virus nakal yang mengganggu operasional aplikasi e-Faktur. Jika anda menjalankan aplikasi dan muncul pesan
"The Main startup class is not valid, main method missing"
Itu bukan karena ada "method" yang missing atau startup class yang tidak valid, tapi file .exe anda sudah diisengi oleh virus. Apa yang harus anda lakukan?
amankan dulu folder db anda di suatu tempat yang aman;
bersihkan/scaning PC anda menggunakan anti virus atau cari PC lain yang disinyalir sehat
ekstrak aplikasi baru dalam keadaan terhubung internet, biarkan autoupdate berjalan hingga selesai, tutup aplikasi;
pindahkan folder db tadi ke aplikasi baru;
jalankan aplikas.
Nah, jika anda menemukan pesan eerror tersebut, silahkan coba cara di atas, jika tidak menyelesaikan masalah, mohon tinggalkan pesan agar bisa kita share ke pengguna lain.
Jika anda ingin nyalon jadi kepala daerah, kini anda wajib memperhatikan kewajiban
perpajakan anda. Kenapa? Karena sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf l Peraturan
Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 tahun 2015, salah satu syarat seseorang dapat
menyalonkan diri menjadi Kepala Daerah adalah memiliki NPWP dan laporan pajak
pribadi (mungkin yang dimaksud SPT Tahunan PPh). Untuk kepentingan tersebut,
anda harus mempersiapkan fotokopi kartu NPWP, tanda terima SPT tahunan 5 tahun
terakhir dan tanda bukti tidak memiliki tunggakan pajak dari KPP tempat
terdaftar (pasal 42 ayat (1) huruf o).
Bagaimana jika anda belum ber NPWP?
anda harus mendaftarkan diri ke KPP domisili anda sesuai Kartu Kependudukan.
Bagaimana jika kartu NPWP anda hilang atau tidak ditemukan? Anda cukup datang
ke KPP tempat anda terdaftar untuk melakukan permintaan cetak ulang Kartu NPWP.
Untuk sekedar berjaga-jaga, anda persiapkan juga Surat Keterangan hilang atas
kartu NPWP anda (red: kebijakan tiap KPP berbeda). Bagaimana jika anda
kehilangan salah satu atau seluruh tanda terima penyampaian SPT Tahunan anda?
Anda dapat mengajukan permohonan cetak ulang Tanda Terima SPT Tahunan dengan
membawa surat permohonan. Adakah format surat permohonan cetak ulang Tanda
Terima SPT Tahunan? Setelah saya lakukan konfirmasi ke Kring Pajak, tidak ada
format khusus untuk melakukan cetak ulang Tanda Terima SPT Tahunan, namun jika
anda butuh inspirasi, anda dapat melihat contohnya di sini.
Nah, sekarang bagaimana anda dapat
memperoleh tanda bukti tidak memiliki tunggakan pajak? Pertama, anda harus
mempersiapkan dokumen persyaratannya, antara lain:
1.Surat
Permohonan Tanda Bukti Tidak Mempunyai Tunggakan Pajak
2.Fotokopi
Kartu NPWP
3.Tanda
Terima pelaporan SPT Tahunan 5 tahun terkahir
Kemudian
anda datang ke KPP tempat terdaftar untuk menyerahkan dokumen tersebut. Atas
penyerahan dokumen, anda akan menerima Bukti Penerimaan Surat (BPS). BPS ini
digunakan untuk pengambilan tanda bukti. Jangan khawatir permohonan anda akan
lama diproses, karena menurut keterangan Kring Pajak, dokumen ini dapat diambil
pada hari kerja selanjutnya setelah anda mengajukan permohonan. Tanda Bukti
tersebut akan memberikan keterangan terkait pelaporan SPT tahunan anda dan
daftar tunggakan. Jika diketahui ada SPT Tahunan yang belum di lapor dan ada
tunggakan pajak, segera lakukan pelaporan dan lunasi pajak anda, dan ajukan
kembali permintaan tanda bukti lunas pajak.
Jika anda biasa menerbitkan Faktur Pajak, tentuya anda mengenal istilah Kode Aktivasi. Istilah ini dikenal peratama kali bersamaan dengan terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012. Kode Aktivasi di PER Dirjen ini merupakan pasangan dari pssword yang digunakan untuk verifikasi pemohon pada saat pengajuan Nomor Seri Faktur Pajak ke KPP terkait.
Namun, sejak 1 Juli 2014, sehubungan dengan terbitnya PER-17/PJ/2014 yang mengubah PER-24/PJ/2012, Kode Aktivasi mengalami pergeseran fungsi. Fungsinya kini berubah menjadi kode yang digunakan untuk mengaktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak atau lebih dikenal sebagai e-Nofa online (dapat diakses pada laman efaktur.pajak.go.id). Permintaan Nomor Seri Faktur Pajakpun cukup dilakukan secara online di akun tersebut asalkan PKP telah memiliki Sertifikat Elektronik (sebelum 1 Januari 2015 hanya 45 PKP yang dapat melakukan permintaan secara online sebagai bentuk apresiasi DJP kepada PKP yang bersedia mengimplementasikan e-Faktur terlebih dahulu).
Sejak Juli 2015 (tidak ada release resmi dari DJP), muncul istilah baru lagi dengan sebutan Kode Aktivasi Desktop. Kode Aktivasi ini merupakan karakter yang digunakan untuk merigistrasi aplikasi e-Faktur. Dalam hal pengguna belum pernah melakukan reset registrasi, Kode Aktivasi Desktop pasti sama dengan Kode Aktivasi.
Jadi jangan bingung, jika melihat profil user pada e-Nofa online. Kode Aktivasi adalah kode yang digunakan untuk mengaktivasi akun e-Nofa, sedangkan Kode Aktivasi Desktop adalah kode yang digunakan untuk menregistrasi/mengaktivasi aplikasi e-Faktur (desktop version)
23 Juni 2015, Pemerintah menerbitak Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2015 untuk penyerahan air minum baik belum dapat dikonsumsi maupun yang sudah dapat dikonsumsi kecuali Air Minum Dalam Kemasan dibebaskan PPN. Pengusaha yang melakukan penyerahan wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Aturan ini terkait dengan pelaksanaan Pasal 16B ayat (1) huruf n UU PPN tentang jaminan ketersediaan air bersih dan dan listrik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
PP 40 tahun 2015 ini mencabut beberapa butir terkait hal yang serupa pada PP 12 tahun 2001 (pasal 1 huruf g dan pasal 2 ayat (2) huruf g), yang sudah mengalami 4 perubahan ( PP 43 tahun 2002, PP 46 tahun 2003, PP 7 tahun 2007, dan PP 31 tahun 2007
Pertanyaan saya terkait perbedaan materi antara PMK-253/PMK.03/2008 pasal 2 ayat (2) dengan PER Dirjen Pajak Nomor PER-19/PJ/2015 Pasal 2 terjawab sudah sebelum saya menghubungi Kring Pajak atau KPP terdekat. (Basa : Orang Mampu Bayar Pajak di Muka). DIrjen Pajak menerbitkan ralat atas peraturan tersebut untuk melakukan sinkronisasi dengan PMK terkait dengan tajuk PER-24/PJ/2015 yang berlaku sejak 12 Juni 2015. Pokok perubahannya adalah meralat pernyataan terkait DPP termasuk PPN untuk penetapan PPh pasal 22nya menjadi tidak termasuk PPN dan PPnBM (selaras dengan PMK-253).
Pertanyaan selanjutnya adalah, adanya jeda diantara kedua peraturan tersebut, dimana PER-19/PJ/2015 berlaku sejak penjualan tanggal 30 Mei 2015, sedangkan untuk PER-24/PJ/2015 berlaku sejak tanggal ditetapkan (12 Juni 2015), apakah penjualan antara tanggal 30 Mei 2015 hingga 11 Juni 2015 berlaku ketentuan pada PER-19/PJ/2015? yang nota bene bertentangan dengan PMK-253.
Aturan terkait : PER-19/PJ/2015 : Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah PER-24/PJ/2015 : perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah
Dengan berlakunya PER-16/PJ/2014 tentang e-Faktur, paradigma penerbitan Faktur Pajak berubah. Dari yang mulanya terserah PKP asal memuat keterangan sebagaimana diatur pada Pasal 13 UU PPN dengan format Faktur Pajak yang disesuaikan dengan contoh yang ada di Lampiran PER-24/PJ/2012 menjadi seragam karena menggunakan aplikasi yang sama, aplikasi e-Faktur. Namun, apakah dengan diterapkannya e-Faktur merubah prosedur pelaporan SPT Masa PPNnya? Seperti kita ketahui, saat ini regulasi yang terkait dengan e-Faktur hanya PER-16/PJ/2014 dan PER-17/PJ/2014. Jika kita cermati PER-16 merupakan versi "elektronik"nya PER-24 dan PER-17 memunculkan "barang baru" bernama Sertifikat Elektronik sebagai salah satu "alat" yang digunakan untuk menjalankan layanan online atau aplikasi e-Faktur. Adakah regulasi yang dikeluarkan Menteri Keuangan atau Dirjen Pajak terkait Pelaporan SPT Masa PPN? Hingga saat ini jika anda melakukan pencarian di google atau masuk ke forum diskusi tentang perpajakan, tentunya hanya diarahkan ke Pengumuman Direktur Peraturan Perpajakan I Nomor PENG-06/PJ.02/2015 tentang Penegasan e-Faktur.
disebutkan pada angka 10 pengumuman tersebut bahwa :
"aplikasi e-Faktur adalah aplikasi adalah aplikasi untuk membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik yang sekaligus satu kesatuan untuk membuat e-SPT Masa PPN 1111. PKP yang ditetapkan melalui KEP Dirjen Pajak sebagai PKP yang wajib membuat e-Faktur wajib membuat e-SPT Masa PPN 1111 dengan menggunakan aplikasi e-Faktur"
Seperti kita ketahui, regulasi terkait pembuatan Faktur Pajak dan Pelaporan SPT Masa PPN diatur dalam regulasi yang berbeda. Hal ini mungkin disebabkan karena dua hal tersebut tunduk pada UU yang berbeda. Penerbitan Faktur Pajak merujuk ke UU PPN dan pelaporan SPT Masa PPN tunduk ke UU KUP. Yang mana, regulasi turunannyapun berbeda. Faktur Pajak diatur dengan PER-24/PJ/2012 dan PER-16/PJ/2014 sedangkan pelaporan SPT Masa PPN diatur dengan PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian SPT Masa PPN yang telah diubah beberapa kali terkait siapa yang wajib melaporkan SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT). Pada Pasal 3 ayat (5) PER-44/PJ/2010 disebutkan bahwa
"Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk data elektronik dengan media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1, PKP harus menggunakan aplikasi e-SPT yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Induk SPT Masa PPN 1111 tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy)"
pertanyaannya sekarang adalah, apakah aplikasi e-Faktur adalah aplikasi e-SPT sebagaimana dimaksud pada PER-44?
kita lihat definisi aplikasi e-Faktur pada pasal 1 ayat (1) PER-16/PJ/2014 disinggung bahwa
"Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak."
dan tidak ada ketetapan apapun yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang menjelaskan bahwa "aplikasi yang ditentukan" tersebut adalah sebagaimana dimaksud pada angka 10 PENG-06/PJ.02/2015 dimana aplikasi tersebut menjadi kesatuan dengan aplikasi e-SPT . Sehingga pertanyaan apakah aplikasi e-Faktur adalah aplikasi e-SPT sebagaimana dimaksud PER-44 melalui pemahaman saya, maka saya anggap masih belum jelas.
Menurut hemat saya, selama redaksional PER-44/PJ/2010 yang menyebutkan "aplikasi e-SPT" belum diubah, maka seharusnya seluruh PKP tetap wajib melaporkan SPT Masa PPN dalam bentuk elektronik menggunakan aplikasi e-SPT yang sekarang beredar (e-SPT Masa PPN 1111).
Seperti Dosen saya pernah sampaikan, syarat suatu aturan itu haruslah sederhana, jelas, dan dapat diterapkan. Dengan adanya penegasan dari Direktur Peraturan Perpajakan I, memang pelaporan SPT menjadi sederhana, jelas, dan masih dapat diterapkan, namun, Pengumuman tersebut tidak kuat mengikat dibanding jika dituangkan dalam bentuk Peraturan Dirjen Pajak yang merevisi PER-44/PJ/2010,
Apakah PKP Wajib Melaporkan SPT Masa PPN dengan keluaran Aplikasi e-Faktur? saya jawab, untuk amannya gunakan saja aplikasi e-Faktur.
Selamat bereksperimen dengan fungsi SPT pada aplikasi e-Faktur
Jika ada
tergolong orang mapan yang gemar membeli mobil mewah atau koleksi apartemen,
maka sejak 30 Mei 2015 (sebenarnya sudah berlaku sejak lama, namun ada
perubahan objeknya) anda akan dikenakan pemungutan PPh atas pembelian barang
yang tergolong mewah sebesar 5 persen dari harga jual termasuk PPN dan PPnBM
oleh penjual. Tapi tenang saja, pajak ini (dikenal dengan PPh pasal 22) tidak
bersifat final, sehingga dapat menjadi pengkredit pajak. Barang apa saja yang
dikategorikan sebagai barang mewah? Barang tersebut adalah :
a.Pesawat terbang pribadi dan helicopter (dulu
dibatasi dengan harga RP 20M)
b.Kapal pesiar, yacht, sejenisnya (dulu dibatasi
dengan harga Rp 10M)
c.Rumah dan tanah dengan harga jual Rp 5M atau
luas bangunan lebih dari 400m2 (dulu dibatasi dengan harga Rp10M atau luas
500m2)
d.Apartemen, kondominium dll dg harga jual Rp 5M
atau luas 150 m2 (dulu dibatasi Rp 10M atau luas 400m2)
e.Kendaraan roda 4 kurang dari 10 penumpang harga
jual lebih dari Rp 2M atau kapasitas 3000 cc (dulu Rp 5M)
f.Kendaraan roda 2 harga Rp 330jt atau kapasitas
250CC (objek baru)
Sebagai
dasar pengenaan pajaknya (DPP) adalah harga jual. Untuk pembelian property adalah
harga tunai/cash keras beserta pajaknya, sedangkan untuk non property merupakan
harga penjualan termasuk pajaknya. Yang
membuat orang pribumi iri adalah ada yang dikecualikan dari pemungut yaitu
pembelian yang dilakukan bukan subjek pajak (lembaga asing/perwakilan asing
yang secara aturan dianggap bukan subjek pajak). Namun tampaknya saya menemukan
hal yang agak berbeda antara regulasi yang dikeluarkan Menteri Keuangan dan
DIrektur Jenderal Pajak, entah saya tafsir atau bagaimana. Jika Menteri
Keuangan menyatakan bahwa DPP adalah harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM (
PMK nomor 253/PMK.03/2008 pasal 2 ayat (2)) sedangkan Direktur Jenderal Pajak
menyatakan harga jual termasuk PPN dan PPnBM (Per Dirjen nomor PER-19/PJ/2015
Pasal 2). Dalam waktu dekat saya akan coba lakukan konfirmasi ke KPP atau Kring
Pajak.
Kapan
dilakukan Pemungutan?
Untuk
pembelian property dilakukan saat penandatanganan PPJB sedangkan untuk non property
saat pencatatan pemasukan oleh penjual. Jika anda dikenai pemungutan PPh Pasal
22, jangan lupa untuk meminta Bukti Pungut, karena jika anda tidak memiliki
bukti tersebut, anda tidak dapat mengkreditkan PPh yang telah dipungut pada SPT
Tahunan anda. Jika anda adalah penjual barang mewahnya, anda harus menyetorkan
hasil pungutan tersebut dengan SSP paling lama tanggal 10 bulan selanjutnya dan
melaporkannya pada SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.
Dapatkah
saya dibebaskan dari pungutan ini?
Jika anda
adalah orang yang memegang prinsip cash
is king, anda dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pungutan ini, toh
nanti akan dibayar juga melalui SPT Tahunan. Maka anda harus mengajukan Surat
Keterangan Bebas ke KPP tempat anda terdaftar namun dengan syarat :
a.Mengalami kerugian fiscal
b.Berhak melakukan kompensasi fiscal
c.PPh yang dibayar lebih besar dari PPh terutang
d.WP Pribadi yang penghasilannya semata-mata
sebagai pegawai dan telah dipotong PPh oleh pemberi kerja
e.Atas penghasilanya dipotong PPh final
Khusus untuk WP OP yang berstatus
karyawan saja, persyaratannya ditambah dengan Fotokopi SPT Tahunan sebelum
tahun diajukan yang telah disampaikan dan surat keterangan penghasilan bulan
sebelum pengajuan.
Nah, anda koleksi motor gede? Hobi gonta-ganti
mobil sport? Jangan heran lagi ya jika anda harus membayar lebih dari harga
jual barang yang ada beli.
Aturan
Terkait:
UU PPh Pasal
22 ayat (2)
> PP
94/2010 penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak dalam tahun
berjalan
>> PMK
90/PMK.03/2015 perubahan PMK 253/PMK.03/2008
>>>
PER-21/PJ/2014 perubahan PER-1/PJ/2011 tentang TC pengajuan permohonan pembebebasan
dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain
>>> PER-19/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah
Jika anda penikmat musik atau film tentu familiar dengan stiker
lunas PPN yang ada di Video Compact Disc (VCD), Digital Versatile Disc (DVD),
Laser Disc (LD) atau pita kaset (VHS). Mulai Juli tahun depan, tampakyna anda
tidak akan menemukannya lagi. Jadi, simpan stiker itu jika punya, karena kelak
akan menjadi barang bersejarah layaknya prangko keluaran 1990an.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.03/2015
yang mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 86/KMK.03/2002 dan Nomor
174/KMK.03/2004 terkait tata cara penggunaan stiker dalam pemungutan dan
pelunasan PPN atas penyerahan produk rekaman gambar dan rekaman suara, maka
pengenaan PPN pada media rekaman suara/gambar akan disamakan dengan mekanisme
PPN biasa. Menurut Direktorat Jenderal Pajak, hal ini ditujukan untuk
mempermudah mekanisme penjualan PKP (Pengusaha Kena Pajak). Dengan mekanisme
PPN biasa, PKP tidak perlu lagi menunggu stiker lunas PPN untuk melakukan
penjualan. Ketersediaan stiker lunas PPN yang terkadang menjadi keluhan PKP
karena menghambat proses penjualan produk mereka.
Di masa peralihan, PKP masih dapat menghabiskan stok stiker
lunas PPNnya hingga 1 Juni 2016 dan jika masih memerlukan penyesuaian proses
bisnis di perusahaan, masih dapat mengajukan permohonan stiker lunas PPN ke
Kanwil Pajak terkait hingga Desember 2015.
Walaupun penghilangan mekanisme stiker lunas PPN ini atas
permintaan pengusaha, namun ternyata menimbulkan masalah baru bagi pengusaha
seperti pengenaan PPN disetiap rantai produksi, hal ini menjadikan beban
administrasi tambahan bagi pengusaha. Dengan mekanisme PPN biasa pula,
kemungkinan terjadi kebocoran karena kelalaian administrasi atau kesengajaan
oleh PKP nakal menjadi terbuka.
Apakah penghentian penggunaan stiker lunas PPN inline dengan upaya Direktorat Jenderal
Pajak menghimpun penerimaan sebesar Rp 1,2 ribu trilyun dan upaya membenahi
sistem administrasi PPN? Kita tunggu saja. Yang pasti, dampak langsungnya
adalah, PKP tersebut harus siap menggunakan aplikasi e-Faktur.
Akhirnya regulasi terkait penyesuaian PTKP telah terbit dengan nomor Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015. Tingkat PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) yang awalnya Rp. 24,3jt menjadi Rp. 36 jt. Dengan naiknya PTKP, tentunya beban pajak bagi pembayar pajak menjadi berkurang. Namun dampak lainnya perlu dinantikan, apakah berpengaruh pada UMR atau hal lainnya. Yang pasti, regulasi ini berlaku mulai tahun 2015.
Khabarnya implementasi e-Faktur ini merupakan cara Direktorat Jenderal Pajak menekan jumlah Faktur Pajak Fiktif. Tapi apakah kita sebagai pengguna e-Faktur atau pembeli barang dapat mengidentifikasikan suatu e-Faktur itu fiktif atau tidak? Menurut keterangan dari Account Representative dari salah Kantor Pelayanan Pajak di area Jakarta Selatan, ada tips mengetahui suatu e-Faktur itu aseli atau bukan hasi editan. Begini caranya:
Pastikan e-Faktur memiliki QR Code dibagian kiri bawah. e-Faktur tanpa QR Code bisa dipastikan sebagai e-Faktur bo'ongan. atau hasil cetakan aplikasi e-Faktur tanpa Sertifikat Elektronik, ini sama saja seperti Faktur Pajak kertas yang tidak ditandatangani;
scan QR code : jika keluaran QR code berbeda dengan output dari e-Faktur terkait, bisa dikatakan telah ada unsur kesengajaan mengubah data pada e-Faktur tersebut; atau
langsung saja input di aplikasi e-Faktur. Jika direject oleh sistem DJP, berarti output e-Faktur tersebut adalah fiktif
Jadi, untuk kenyamanan bersama, jangan pernah melakukan pembayaran jika e-Fakturnya belum diyakini kebenarannya. Biasanya, setelah dibayar, dan ternyata e-Fakturnya tidak valid, penjual akan sulit untuk ditemui. :D
e-Faktur tadi pagi tidak dapat diakses lagi?. Di laman resmi atau akun terkait milik Ditjen Pajakpun tak ada kabar. Ada pihak yang bisa menjelaskan? harusnya kan ini layanan 24 jam nonstop ya?
Sertifikat Elektronik dalam layanan perpajakan di Indonesia adalah hal baru. Jika dulu kita mengenal e-FIN pada layanan e-Filing pelaporan SPT Tahunan PPh khusus yang S dan SS, kini dikenal Sertifikat Elektronik Pengusaha Kena Pajak. Teknologi ini pertama kali disinggung di Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 terkait tata cara penerbitan Faktur Pajak. Jika kita tidak melihat PER-16/PJ/2014 dan sosialisasi dari Direktorat Jenderal Pajak, kita tidak akan tahu apa hubungannya Sertifikat Elektronik dengan penerbitan Faktur Pajak. Ternyata Sertifikat Elektronik merupakan cara mendigitalkan tandatangan basah dibawah lindungan UU ITE. Ini bukan seperti tandatangan kita yang discan, tetapi kita memberikan otorisasi pada penerbit Sertifikat Elektronik (Red : Dalam hal ini DJP) untuk mendigitalisasi tandatangan kita ke dalam bentuk tandatangan elektronik (yang tersemat dalam Sertifikat Elektronik). Dengan teknologi ini, kita dapat bertransaksi dengan Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik dengan lindungan hukum.
Sertifikat Elektronik ini disebutkan dalam Pasal 9A PER-17/PJ/2014, di mana difungsikan sebagai media otentifikasi pengguna layanan perpajakan secara elektronik. Untuk saat ini, layanan perpajakan yang menggunakan Sertifikat Elektronik adalah:
Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak secara online; dan
e-Faktur.
bagaimana dengan layanan lainnya? Tinggal tunggu waktu saja mungkin
Sebal rasanya, sedang asik menginput Faktur Pajak keluaran dari aplikasi client e-Faktur, tiba-tiba server mati. Mencoba menghubungi Kring Pajak di 021-1500200 disarankan untuk menambah memori aplikasi dengan mekanisme mem_config.
Aplikasi e-Faktur secara default menggunakan 1/4 memori yang bebas dari PC anda. Misal PC anda memiliki memiri 1 Gb, dan sekitar 100 Mb digunakan oleh aplikasi lainnya dalam aplikasi anda maka secara default aplikasi e-Faktur menggunakan sekitar 200anMb. Nah, cukup klik mem_config saja, kemudian ketikkan angka diatas 500Mb. Bagaiman jika sudah ditambahkan memorinya masih sering mati (red: biasanya saat proses upload) walaupun angka memory di atas 1024 masih terditeksi error java tidak ditemukan, gunakan file mem_config dari link berikut http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/mem_config.zip
Ekstrask saja file tersebut dan replace file mem_config yang lama.
Sejak berlakunya e-Faktur (Red: untuk PKP/area tertentu sesuai KEP-/136/PJ/2014), paradigma penerbitan Faktur Pajak berubah. Dulu PKP memiliki caranya sendiri untuk menerbitkan Faktur Pajak, sedangkan kini dibatasi dengan penggunaan aplikasi e-Faktur. Dengan perubahan ini, ada beberapa hal sepele yang mudah saja diselesaikan di era kertas kini sering menimbulkan pertanyaan.
Bagaimana jika dalam e-Faktur ditemukan salah ketik?
Bagi pengguna kertas, tentunya sudah lazim jika menemukan kesalahan ketik, karena setiap kesalahan bisa menjadi koreksi pemeriksa pajak(red: coretan, tipex, kertas kusut) maka jika ditemukan kesalahan tulis pada Faktur Pajak kertas sebelum dilaporkan pada SPT Masa PPN, PKP tinggal merobek Faktur Pajak tersebut dan membuat Faktur Pajak yang baru. Bagaimana dengan e-Faktur? terkait kesalahan tulis ini ada beberapa kemungkinan
kesalahan tulis sebelum dilakukan pengunggahan (status e-Faktur belum approve)
kesalahan tulis setelah pengunggahan (status siap approve, approve sukses, reject)
kesalahan tulis setelah pelaporan SPT Masa PPN
bagaimana perlakuannya? apakah melalui mekanisme pembatalan atau penggantian?
sebenarnya pada PER-16/PJ/2014 pasal 6 dan pasal 7 telaah jelas disebutkan, bahwa
"pasal 6 : Atas e-Faktur yang salah dalam pengisian atau salah dalam pengisian ...... DAPAT membuat e-Faktur Pengganti ......"
"pasal 7 : Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, PKP HARUS melakukan pembatalan e-Faktur ...."
dari Peraturan Dirjen tersebut kita dapat menafsirkan:
kesalahn tulis sebelum pengunggahan : status belum approve: cukup lakukan EDIT
kesalahan tulis setelah pengunggahan :
siap approve : lakukan pengungghn hingg status e-Faktur menjadi reject atau approvl sukses
reject: cukup lakukn edit
approval sukses : DAPATmelakukan penggantian atau PEMBATALAN
Catatan :
dari keterangan Petugas Pajak, Pembatalan dilakukan dalam hal kesalahan tulis terjadi pada kolom NPWP lawan transaksi dan kolom tanggal transaksi, sedangkan untuk kesalahan tulis lainnya dilakukan dengan mekanisme penggantian. Dalam hal e-Faktur telah dilaporkan, maka SPT Masa PPNnya perlu dilakukan pembetulan.
Jika Anda kesulitan masuk ke Akun PKP, atau mengakses layanan online DJP akhir minggu lalu, bukan komputer anda yang bermasalah, atau provider internet anda yang iseng. Berhentinya layanan disebabkan adanya pemeliharaan pada infrastruktur TI di Direktorat Jenderal Pajak pada tanggal 3 Juni s.d. 6 Juni 2015 jam 06.00 WIB. Hal ini dapat diketahui pada laman pajak.go.id
sayangnyaa, informasi terkait pemeliharaan layanan online DJP tidak begitu eyecatching.
Untuk kemajuan Direktorat Jenderal Pajak, ada sedikit masukan:
Layanan Online merupakan hak wajib pajak di bidang perpajakan dan ada yang terkait dengan kewajiban perpajakan (red : e-Faktur);
Dampak dari terhentinya layanan terkait kewajiban lebih besar dibanding artikel-artikel internal yang ada di Direktorat Jenderal Pajak, walaupun pemeliharaan sistem terjadi di akhir pekan;
Idealnya, laman pajak.go.id lebih mengedepankan informasi terkait hak dan kewajiban perpajakan dibanding informasi internal
Semoga Direktorat Jenderal Pajak dapat menunaikan kewajibannya kelak dengn memperbaiki segala lini layanan, mengingat tidak tercapainya penerimaan pajak sama dengan menambah utang negeri ini.
Anda merasa gemas saat mengoperasikan e-Faktur? dapat saya maklumi. Saat ini memang di Indonesia belum ditemukan layanan elektronik keluaran pemerintah yang masuk kategori memuaskan. Namun, saat anda mengalami masalah terhadap aplikasi e-Faktur anda dapat mengikuti tips berikut:
Sebelum menjalankan aplikasi e-Faktur, mintalah video tutorial, manual aplikasi, dan katalog error dari account representative anda
Jika anda belum punya waktu untuk ke KPP, anda cukup unduh manual aplikasi dan katalog error di laman pajak.go.id (klik di sini). Sayangnya, hingga hari ini, video tutorial belum diunggah di laman pajak.go.id
setelah aplikasi (unduh melaluli link ini), manual, video tutorial, dan katalog error telah diunduh siapkan jiwa dan raga untuk meregistrasi aplikasi e-Faktur.
Pastikan jenis OS dan bit PC yang anda gunakan sama dengan instaler aplikasi, jika beda dengan intaler bisa dipastikan anda akan emosi;
Ikuti petunjuk pada manual atau video tutorial;
Jik mengalami kendala, printscreen pesan errornya. Biasanya pesan error berupa kode seperti ETAX-10001 atau ETAXSERVICE-10002 dengn pesan error tertentu;
setelah printscreen atau mencatat kode error, carilah kode error pada katalog error;
jika kode error ditemukan pada katalog error, ikuti petunjuk penyelesaian masalah;
jika kode error tidak ditemukan dalam katalaog error atau masalah tidak terselesaikan dengan cara yang ada di katalaog error hubungi KRING PAJAK 1500 200 atau account representative dengn bermodalkan kode error dan informasi terkait kapan error muncul (red : misal, saat input NPWP di kolom registrasi)
setelah masalah terselesaikan, catat kode error dan penyelesaian masalahnya, sehingga, jika kelak anda menemukan kasus serupa, anda tidak perlu lagi repot-repot menghubungi KRING PAJAK atau Account Representative.
sekian tips dari saya, jika bermanfaat, silahkan tinggalkan pesan.
Anda kehilangan instaler aplikasi e-Faktur? anda tidak perlu bingung lagi, karena dihalaman Akun PKP (red: sering juga disebut sebagai e-Nofa online) pada laman efaktur.pajak.go.id telah disediakan link downloadnya. Selain aplikasi, terdapat juga manual penggunaan Akun PKP.
Download aplikasi : klik (Red: manual aplikasi e-Faktur ada di menu Help pada aplikasi)
Download manual e-Nofa : klik
pada saat saya masuk ke halaman login Akun PKP, ditemukan 2 Link manual, tampaknya salah satunya adalah hasil update dari satu yang lain. Masukan untuk Direktorat Jenderal Pajak, sebaiknya Link yang sudah tidak update tidak perlu ditampilkan lagi
Di akhir tahun 2013 Direktorat Jenderal Pajak mengklaim telah melakukan testing atas suatu inovasi layanan berbasis elektronik. Aplikasi tersebut kini dikenal dengan e-Faktur. Aplikasi ini resmi digunakan dengan terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Walaupun sebenarnya regulasi tentang Faktur Pajak Berbentuk Elektronik telah disinggung pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013, namun terminologi e-Faktur muncul di PER-16/PJ/2014. Layanan elektronik ini digadang-gadang oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu upaya membenahi sistem administrasi perpajakan khususnya PPN selain tujuan pengamanan penerimaan PPN dari godaan faktur fiktif yang terkutuk. Apakah layanan elektronik ini dapat membantu Direktorat Jenderal Pajak menwujudkan misinya? Kita tunggu hasilnya di akhir tahun, apakah 1 semester implementasi e-Faktur (Juli-Desember 2015) memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan negara.
Akhirnya punya blog juga, setelah sekian lama bingung memutuskan tema apa yang cocok untuk diangkat sebagai hobi. Untuk sementara materi kulih saja dulu yang jadi tema blog saya.
Semoga bermanfaat bagi mereka yang awam tentang Pajak termasuk saya.