Menyikapi e-Faktur Bagi PKP Rekanan Pemerintah
Bagi Pengusaha yang hanya bertransaksi dengan pemerintah,
tentunya inovasi e-Faktur sedikit banyak mengubah pola kerja. Bagaimana tidak,
bertransaksi dengan pemerintah itu sama saja membawa birokrasi ke kantong kita.
Serba tidak pasti. Apa saja yang perlu disikapi terkait kebijakan e-Faktur
untuk Pengusaha Rekanan Pemerintah?
1.
Kepemilikan Sertifikat Elektronik
Bagi pengusaha rekanan pemerintah, terutama
yang bergerak dibidang konstruksi, tentunya menerbitkan Faktur Pajak merupakan
hal yang tidak sering dilakukan. Terkadang, hampir sepanjang tahun SPT Masa PPN
yang dilaporkan selalu nihil. Namun, untuk menjaga peluang untuk ikut tender,
seorang pengusaha berusaha mempertahankan status PKPnya (karena hampir semua
tender, besar atau kecil nilainya, selalu mensyaratkan status PKP). Dengan
ketidakpastian tender, urgensi memiliki Sertifikat Elektronik menjadi tidak
pasti juga. Karena Sertifikat Elektronik merupakan sarana pengganti tandatangan
basah menjadi elektronik jika menerbitkan Faktur Pajak secara elektronik
(e-Faktur). Namun, dengan terbitnya PER-29/PJ/2015, kepemilikan Sertifikat
Elektronikpun menjadi wajib bagi PKP di area yang telah ditetapkan sebagai PKP
e-Faktur. Kenapa menjadi wajib? Karena pelaporan SPT Masa PPN bagi PKP yang
telah ditetapkan sebagai e-Faktur harus menggunakan aplikasi e-Faktur.
Sedangkan, aplikasi e-Faktur hanya dapat digunakan bila telah diregistrasi, dan
registrasi aplikasi e-Faktur harus memiliki Sertifikat Elektronik.
Apakah ada yang janggal di sini? Ya,
karena, fungsi e-SPT di aplikasi e-Faktur tidak menganut sistem penandatanganan
secara elektronik. Sangat rancu jiga seorang PKP hendak melaporkan SPT Masa PPN
Nihil tetapi harus memiliki tandatangan elektronik, padahal SPTnya sendiri
harus ditandatangani secara basah dan diberikan langsung ke TPT (jika tidak
menggunakan e-Filing ASP). Sepertinya DJP harus mengkaji kembali konsep
tandatangan digital pada aplikasi e-Faktur. Terkait hal ini juga ternyata ada
perbedaan pendapat di kalangan petugas pajak, antara KPP dan pembuat regulasi,
karena hingga sekarang, pelaporan SPT Masa PPN menggunakan aplikasi e-SPT Masa
PPN 1111 masih diterima oleh KPP
2.
Penulisan Detil Barang
Bagi rekanan pemerintah yang biasanya
menyediakan barang berupa ATK (alat tulis kantor) tentunya akan mblenger jika mendengarkan penjelasan
dari Petugas Pajak, karena detil barang yang ada dalam kontrak harus diinput
per barang. Bayangkan saja, ATK dengan jumlah yang sangat banyak namun nilainya
kecil harus diinputkan ke dalam aplikasi. Tujuan dari pendetilan barang
sebenarnya bagus, karena dapat menditeksi jenis usaha PKP. Namun, untuk kasus
pengadaan ATK, tampaknya berlebihan jika harus diinput ulang. Walaupun secara
jelas dalam regulasi yang ada, detil barang memang harus jelas dituliskan,
namun selama ini, rekanan pemerintah terbiasa menginput “nama kontraknya” pada
kolom detil barang. Jika cara itu salah, apa konsekuensi atas FP di masa lalu
yang tertulis seperti itu? Menjadi Faktur Pajak tidak lengkap? PKP harus
melakukan penggantian? Bagaimana jika tidak dilakukan penggantian? Cukup banyak
variasi pertanyaan yang bisa diajukan.
3.
Tanggal Faktur VS Tanggal Pembayaran
Jika anda biasa bertransakasi dengan
pemerintah, tentu hal biasa jika anda terlambat menerima pembayaran. Namun,
sejak e-Faktur, tampaknya anda harus siap menalangi dulu “kurang bayar” dari
e-Faktur yang telah anda terbitkan. Jika dulu anda dapat melakukan skema
pembetulan e-SPT jika pembayaran sudah dilakukan, namun jika e-Faktur, saat
sebuah e-faktur terupload, secara paksa dia akan masuk ke SPT jika dilakukan
posting data masa terkait. Dan dengan demikian kolom SSP harus diisi. Namun ada
trik yang sebaiknya segera diperbaiki oleh DJP, dimana kita dapat melaporkan
SPT Nihil tanpa melaporkan e-Faktur yang telah terupload. Ya, cukup duplikasi
aplikasi terkait, Aplikasi A untuk kepentingan penerbitan e-Faktur dan aplikasi
B untuk kepentingan pelaporan SPT. Untuk kepentingan penerbitan e-Faktur
(syarat bagi rekanan agar SP2D diterbitkan) gunakanlah aplikasi misal Faktur
pajak tanggal 1 Agustus 2015. Nah jika pembayaran belu dilakukan hingga batas
pelaporan, posting sajan SPT Nihil di aplikasi B. Jika pembayaran telah
dilakukan di bulan 25 Desember misalnya,
cukup ekspor faktur pajak dari aplikasi A ke Aplikasi B. Postinglah SPT
pembetulan di aplikasi B. Nah, anda bisa lakukan pembayaran di Bulan Desember
dan melakukan pelaporannya sekaligus tanpa harus “nalangi” PPN yang dipungut
oleh pemerintah.
4.
1 Orang Banyak Perusahaan
Tentunya bagi anda yang sering berharap
terhadap tender dari pemerintah, memiliki lebih dari 1 perusahaan adalah hal
biasa. Namun dengan adanya e-Faktur, anda harus mengelola aplikasi yang lebih
dari 1 juga. Apakah jika anda mengelola 5 perusahaan anda harus menggunakan 5
PC? Ternyata tidak, anda cukup meregistrasi 5 aplikasi di 5 folder yang
berbeda.
5.
Tanggal Faktur Mundur
Tanggal Faktur Pajak tidak boleh mendahului
tanggal Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak mulai diperkenalkan DJP sejak
implementasi e-Faktur ke PKP tertentu. Tentunya ini menjadi pertanyaan. Jika
ditanya, Petugas Pajak tidak memberikan aturan mana yang berbunyi seperti itu,
namun lebih ke logika kenapa haris demikian. Bagi Pengusaha rekanan Pemerintah,
membuat Faktur tanggal mundur adalah suatu hal yang biasa. Nampaknya dengan
peraturan yang menggunakan ”logika” ini, kita harus membuat strategi khusus.
Cara yang paling mungkin adalah menimbun NSFP di awal tahun pajak. Tentunya
akan ada konsekuensi tambahan, yaitu ada tingkat kewaspadaan dari petugas pajak
karena kita menimbun Nomor Seri. Apa bisa kita menimbun NSFP? Dulu mungkin
jamannya permintaan harus ke KPP agak sulit di KPP tertentu, karena permintaan
NSFP menjadi alat uji “kepatuhan” pembayaran pajak. Namun sejak kebijakan permintaan NSFP secara
online dibuka, kita bisa sepuasnya menimbun NSFP. Karena, ternyata e-Nofa
online tidak memvalidasi riwayat penerbitan Faktur Pajak kita 3 masa terakhir,
dan tidak mencegah kita meminta Nomor Seri berulang-ulang.
6.
Beda Orang Beda Mahzab
Sudut pandang orang pajak terkait beberapa
regulasi berbeda-beda. Untuk keamanan anda, sebaiknya konsultasikan dan
pelajari karakter AR pengawasan anda sebelum melakukan tips di atas. Karena jika
salah membaca karakter AR, bisa-bisa anda dianggap pengedar Faktur Fiktif
(generasi e-Faktur).
Demikianlah beberapa hal yang dirasakan PKP rekanan
pemerintah terkait implementasi e-Faktur.